Teater

Nara

Teater Djarum

Naskah & Sutradara:
Asa Jatmiko

Sutradara:
Asa Jatmiko

Pemain:
NARA Teresa Rudiyanto - IBUNYA GENDHUK Ngatini - GENDHUK Jasmin Chandra - GOLA Andreas Teguh Prayoga - WIRA Sutrimo Astrada - PRANA Khoirul Anam - ORANG DESA Masrien Lintang, Nur Khamidah, Kasmin, Bambang Susanto dan M. Hafidl KAWAN GOLA Purna Irawan, M. Isromi - KAWAN WIRA M. Hafidl, Abdul Soleh, Masrien Lintang - TIGA PRIBADI Asa Jatmiko - PENARI Rofiq Setiawan, Sriyatun dan Umi Setiyani

Penata Artistik:
Rofiq Setiawan, Prisbah Kusjito

Penata Lampu:
Acong Sudarmono

Penata Musik & Penyanyi:
Heru Nugroho

Penata Rias & Kostum:
Teresa Rudiyanto, Umi Setiyani, Sriyatun dan Murpuji

Pertunjukan:
Stage Teater - Kampus ISI Yogyakarta
Kampus ISI Yogyakarta
Galeri Indonesia Kaya
Jakarta
Ruang Karakter
Kampus Universitas Negeri Malang

Produksi:
Teater Djarum

NARA merupakan judul karya seni pertunjukan Teater Djarum tahun 2018. Naskah tersebut mengambil gagasan atas kisah Rara Mendhut, putri legenda dari Pati di abad ke-17 yang kemudian masyhur karena kecantikannya hingga diboyong ke Mataram begitu Kadipaten Pati menderita kekalahan perang.

Penulis naskah, Asa Jatmiko, mentransformasi kisah tersebut ke dalam naskah yang sama sekali berbeda, dengan mengambil sudut pandang yang juga berbeda. Oleh karenanya kisah tersebut tidak lagi sepenuhnya kisah Rara Mendut yang selama ini dikenal, namun menjadi kisah baru yang bertajuk Nara.

Keberanian sikap, keteguhan hati dan pembelaan kuat terhadap tanah airnya, merupakan pesan kuat yang ingin disampaikan Nara dalam pertunjukan ini. Ia berasal dari kebanyakan rakyat pesisir, lalu dicerabut dari tanah airnya, dan tetap menjadi sosok yang dikalah-kalahkan, telah membuat Nara kemudian menentukan sikapnya sebagai pribadi yang merdeka.

Dan bahkan pada masa paling berat, dimana dia dihadapkan pada pilihan yang sulit, Nara malah berhasil membuat dirinya semakin hidup. Kehormatan diri, kebanggaan atas tanah air dan pemberdayaan menjadi nilai dan nafas yang diperjuangkan Nara. Memang pada akhirnya ia harus menentukan pilihan, dimana setiap pilihan memiliki resikonya masing-masing. Namun pilihan terbaik, baginya, adalah pilihan yang mampu memberikan dirinya merasa bahagia menjalaninya.

Fenomena tersebut melanda dimana-mana. Yakni kemanusiaan yang terbelah, antara kepentingan dan kebutuhan, antara kemerdekaan dan kenyamanan, antara kesenangan dan kebahagiaan. Konsep pertunjukan dibuat minimalis, dengan mengedepankan kekuatan akting para aktor dan permainan adegan. Panggung tidak lagi mengacu kepada suatu tempat tertentu, namun berada di tempat dimana pertunjukan Nara digelar.

Pertunjukan menghadirkan para aktor, antara lain: Teresa Rudiyanto, Ngatini, Jasmin Chandra, Andreas Teguh, Sutrimo Astrada, Khoirul Anam, Masrin Lintang, Nur Khamidah dan lain-lain ini disutradarai Asa Jatmiko. Pertunjukan Teater Djarum di Galeri Indonesia Kaya pada 8 September 2018, dan dilanjutkan ke beberapa tempat di Indonesia ini, memiliki misi kunjungan Budaya. Mempererat komunikasi dan jejaring dengan seniman-seniman daerah, yang juga niscaya akan menambah wawasan dan kecintaan kita semua akan kekayaan kebudayaan dan kearifan lokal.

SPIRIT YANG MENYATUKAN

Nara menjadi kali ke sekian saya berproses teater bersama Teater Djarum. Melewati berbagai lakon, menjadi penulis naskahnya, menyutradarai dan juga ikut menjadi pelakon di beberapa kesempatan sejak 2002 hingga 2018 ini. Hidup menjadi satu komunitas di Teater Djarum dan kehidupan yang melingkupinya, serasa sudah seperti hidung dan udara yang saya hirup, seperti jantung dan detaknya, seakan melekat di darah dan daging hidup saya.

Alih-alih saya mampu menjadi teladan bagi rekan-rekan, seringkali kondisi itu melenyapkan kesadaran diri saya secara sosial lalu asyik menyelam mencari warna dan nuansa baru di dasarnya. Menurut saya demikian pula dengan rekan-rekan saya, dimana teater dan segenap perangkat yang menyertainya tidak lagi menjadi hal yang merecoki proses. Mereka semua sudah menempatkannya di dalam kesadaran dan kebutuhan bagi diri mereka masing-masing.

Semenjak itu, untuk berproses bersama kemudian membutuhkan daya tahan (dinamika) dan daya juang (keberlangsungan). Dan karenanya, memerlukan pengelolaan energi dan selalu terbarukan yang memungkinkan tumbuh berkembang dan segar. Energi itu kami sebut sebagai spirit, yang digali dari dalam diri kami masing-masing. Saya melihat itu semua, dan mencoba melahirkannya ke dalam gagasan dan konsep pertunjukan Nara kali ini.

Bahwa spirit itulah yang selalu membakar hidup kami menjadi lebih bergairah, sekaligus selalu membawa kami kepada keberanian untuk menentukan pilihan: bertahan dan melanjutkan proses, mencapai harmoni. Seperti Nur yang mengatasi kegelapan. Nara adalah pralambang akan spirit itu, spirit yang menguatkan dan menyatukan.***

©2018